Label

Senin, 25 Agustus 2014

Respon Epidemik Penyakit di Musim Hujan

Tulisan ini di publikasikan di Harian Fajar, tgl 11 Februari 2014



Respons Epidemik Penyakit di Musim Hujan
Oleh: A. ArsunanArsin
Guru Besar Epidemiologi FKM Universitas Hasanuddin
Selain karena rumah tergenang air, waktu produktif berkurang karena terkendala oleh situasi banjir, ditambah lagi munculnya potensi risiko yang mengancam kesehatan masyarakat.
Pada setiap pergantian musim seharusnya diantisipasi dengan terjadinya perubahan pola penyakit di masyarakat. Berdasarkan data badan meteorologi dan geofisika,  musim hujan diprediksi berlangsung sampai pada bulan April, bahkan Mei 2014. Hal ini menunjukkan rentang waktu yang cukup lama,  (awal musim hujan terjadi sejak bulan Oktober 2013) sudah barang tentu akan membawa banyak permasalahan Bukan hanya persoalan banjir tapi tentu saja berbagai implikasi yang menyertainya seperti menjangkitnya berbagai penyakit yang terkait dengan musim  dan juga penyakit akibat banjir. Sejumlah penyakit yang potensial berjangkit di masyarakat, antara lain  didapatkan tujuh penyakit menular utama yang disiarkan oleh Kementerian Kesehatan RI yaitu: Diare, Demam Berdarah, Leptospirosis, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), Penyakit Kulit, Penyakit Saluran Cerna Lain, dan Perburukan Penyakit Kronis yang mungkin Sudah Diderita.
Ketujuh penyakit tersebut erat kaitannya dengan Lingkungan dan
Hygiene perorangan. Seperti diare, penyakit ini berkaitan dengan kurang tersedianya air bersih, hal ini disebabkan curah hujan yang tinggi dan potensi banjir meningkat dan pada gilirannya beberapa sumber dan mata air tercemar. Penyakit lain yang bisa timbul akibat tidak baiknya hygiene perorangan adalah penyakit kulit, hal ini bisa terjadi karena masyarakat biasanya ‘tidak teratur’  menjaga kebersihan diri dan juga dipicu meningkatnya kelembapan udara secara sporadis yang memungkinkan bakteri dan jamur dapat berkembang biak dengan baik.
Pada musim hujan beberapa penyakit yang berjangkit, dimana hewan sebagai pembawa dan potensial sebagai hewan penular (zoonosis) patut  diwaspadai,. Hal ini menyebab kanterjadinya peningkatan tempat perkembangbiakan  nyamuk.  Telur nyamuk aedes aegypty (vektor demam berdarah) akan menetas, selanjutnya jentik nyamuk menemukan ‘media’ untuk berkembang dengan cepat dan pesat menjadi nyamuk dewasa. Perilaku nyamuk ini tidak senang dengan permukaan air yang kontak langsung dengan tanah, dengan curah hujan yang tinggi memungkinkan terciptanya breeding-site ‘dadakan’ dalam bentuk penampungan air alamiah seperti lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, talang rumah dan lain-lain yang secara insidentil terisi genangan air hujan, kondisi ini menambah banyak tempat perkembang biakan nyamuk tersebut. Begitu juga dengan nyamuk anopheles pembawa penyakit malaria (vektor malaria), musim hujan menjadi ‘rejeki-nomplok’ bagi nyamuk anopheles karena kesenangannya berkembangbiak pada air yang kontak langsung dengan tanah. Curah hujan yang tinggi potensial menciptakan genangan air di pelbagai tempat, tidak heran kalau curah hujan  tinggi di klaim sebagai faktor risiko potensial meningkatnya prevalensi kedua penyakit tersebut.
Bukan hanya itu hewan seperti tikus juga patut diwaspadai karena dapat menyebabkan penyakit yang biasa disebut Leptospirosis. Tentu saja kita tidak harus menunggu sakit untuk melakukan penanggulangan, ada banyak hal yang bisa dilakukan sebagai bentuk pencegahan, selanjutnya dari aspek epidemiologi, respon yang dilakukan dengan mengamati prinsip kejadian penyakit, yakni terjadi interaksi Agent (unsur penyebab), Host (pejamu/manusia), dan Environment (unsur lingkungan), interaksi yang tidak seimbang (inbalancing) dari ketiga unsur tersebut sebagai pemicu terjadinya penyakit.
Agent
Pada musim hujan agent-agent penyebab penyakit   berasal dari mikroorganisme, dan kuman ini bisa tumbuh dan berkembang pesat pada beberapa kondisi seperti adanya faktor iklim. Karena faktor iklim ikut mempengaruhi kondisi agent (kuman) penyakit, adalah faktor yang tidak bisa dirubah (un-changeable risk factor), maka salah satu jalan yang harus dilakukan adalah mengendalikan (kontrol) semua faktor yang terkait langsung dengan ‘media’ yang memungkinkan terjadi penjangkitan kuman kemanusia, antara lain dengan mengendalikan keberadaan vektor dan reservoar pembawa kuman penyakit.
Host
Host dalam hal ini manusianya baik sebagai subyek maupun sebagai obyek penyakit, sudah barang tentu harus meningkatkan kewaspadaan terhadap peluang berjangkitnya berbagai penyakit di musim hujan, khsususnya penyakit yang endemis di wilayah-wilayah tertentu (seperti DBD dan Malaria). Memperbaiki perilaku hidup sehat, harus terus dikumandangkan.

Environment
Faktor yang tidak kalah pentingnya  adalah memperbaiki semua komponen yang bisa menjadi pemicu baik langsung maupun tidak langsung terhadap berjangkitnya penyakit. Menjaga kondisi lingkungan seperti, mengurangi potensi terjadinya genagan air dengan memperbaiki saluran di got-got, melakukan abatisasi dan fogging secara berkala, mengendalikan potensi tertimbunnya sampah
Faktor lainnya yang harus diantisipasi di musim hujan adalah memanfaatkan peran pelayanan kesehatan, jika ada anggota masyarakat  mengalami kelainan kesehatan ‘penyakit’, cepat mendatangi tempat pelayanan kesehatan, hal ini penting untuk mencegah terjadinya perlangsungan penyakit ‘komplikasi’ yang pada gilirannya bisa memicu perlangsungan penularan penyakit di musim hujan.
Hujan merupakan berkah dan sesuatu hal yang dinantikan sebagian orang, karena hujan bisa memberikan berkah ‘menyejukkan’, dan juga sebagian besar petani untuk mengolah dan menggarap sawah-ladangnya. Namun, sebagian orang menganggap musim hujan tidak menjadi berkah melainkan menjadi masalah dan ancaman, terlebih di lokasi dan daerah rawan banker, musim hujan menjadi potensi yang bisa menjelma ‘petaka’.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar