Respons Epidemik Penyakit di Musim Hujan
Oleh:
A. ArsunanArsin
Guru
Besar Epidemiologi FKM Universitas Hasanuddin
Selain
karena rumah tergenang air, waktu produktif berkurang karena terkendala oleh situasi
banjir, ditambah lagi munculnya potensi risiko yang mengancam kesehatan masyarakat.
Pada setiap pergantian musim seharusnya diantisipasi
dengan terjadinya perubahan pola penyakit di masyarakat. Berdasarkan data badan
meteorologi dan geofisika, musim hujan diprediksi
berlangsung sampai pada bulan April, bahkan Mei 2014. Hal ini menunjukkan rentang
waktu yang cukup lama, (awal musim hujan
terjadi sejak bulan Oktober 2013) sudah barang tentu akan membawa banyak permasalahan
Bukan hanya persoalan banjir tapi tentu saja berbagai implikasi yang menyertainya
seperti menjangkitnya berbagai penyakit yang terkait dengan musim dan juga penyakit akibat banjir. Sejumlah penyakit
yang potensial berjangkit di masyarakat, antara lain didapatkan tujuh penyakit menular utama yang
disiarkan oleh Kementerian Kesehatan RI yaitu: Diare, Demam Berdarah, Leptospirosis, Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA), Penyakit Kulit, Penyakit Saluran Cerna Lain, dan Perburukan Penyakit Kronis
yang mungkin Sudah Diderita.
Ketujuh penyakit tersebut erat kaitannya dengan
Lingkungan dan
Hygiene
perorangan. Seperti diare, penyakit ini berkaitan dengan kurang tersedianya air
bersih, hal ini disebabkan curah hujan yang tinggi dan potensi banjir meningkat
dan pada gilirannya beberapa sumber dan mata air tercemar. Penyakit lain yang bisa
timbul akibat tidak baiknya hygiene perorangan adalah penyakit kulit, hal ini bisa
terjadi karena masyarakat biasanya ‘tidak teratur’ menjaga kebersihan diri dan juga dipicu meningkatnya
kelembapan udara secara sporadis yang memungkinkan bakteri dan jamur dapat berkembang
biak dengan baik.
Pada musim hujan beberapa penyakit yang
berjangkit, dimana hewan sebagai pembawa dan potensial sebagai hewan penular (zoonosis)
patut diwaspadai,. Hal ini menyebab kanterjadinya
peningkatan tempat perkembangbiakan nyamuk. Telur nyamuk aedes aegypty (vektor demam berdarah)
akan menetas, selanjutnya jentik nyamuk menemukan ‘media’ untuk berkembang dengan
cepat dan pesat menjadi nyamuk dewasa. Perilaku nyamuk ini tidak senang dengan permukaan
air yang kontak langsung dengan tanah, dengan curah hujan yang tinggi memungkinkan
terciptanya breeding-site ‘dadakan’ dalam bentuk penampungan air alamiah seperti
lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, talang rumah dan lain-lain yang secara
insidentil terisi genangan air hujan, kondisi ini menambah banyak tempat perkembang
biakan nyamuk tersebut. Begitu juga dengan nyamuk anopheles pembawa penyakit
malaria (vektor malaria), musim hujan menjadi ‘rejeki-nomplok’ bagi nyamuk
anopheles karena kesenangannya berkembangbiak pada air yang kontak langsung dengan
tanah. Curah hujan yang tinggi potensial menciptakan genangan air di pelbagai tempat,
tidak heran kalau curah hujan tinggi di
klaim sebagai faktor risiko potensial meningkatnya prevalensi kedua penyakit tersebut.
Bukan hanya itu hewan seperti tikus juga patut
diwaspadai karena dapat menyebabkan penyakit yang biasa disebut Leptospirosis. Tentu saja kita tidak harus
menunggu sakit untuk melakukan penanggulangan, ada banyak hal yang bisa dilakukan
sebagai bentuk pencegahan, selanjutnya dari aspek epidemiologi, respon yang
dilakukan dengan mengamati prinsip kejadian penyakit, yakni terjadi interaksi
Agent (unsur penyebab), Host (pejamu/manusia), dan Environment (unsur lingkungan),
interaksi yang tidak seimbang (inbalancing) dari ketiga unsur tersebut sebagai pemicu
terjadinya penyakit.
Agent
Pada
musim hujan agent-agent penyebab penyakit berasal dari mikroorganisme, dan kuman ini bisa
tumbuh dan berkembang pesat pada beberapa kondisi seperti adanya faktor iklim.
Karena faktor iklim ikut mempengaruhi kondisi agent (kuman) penyakit, adalah faktor
yang tidak bisa dirubah (un-changeable risk factor), maka salah satu jalan yang
harus dilakukan adalah mengendalikan (kontrol) semua faktor yang terkait langsung
dengan ‘media’ yang memungkinkan terjadi penjangkitan kuman kemanusia, antara
lain dengan mengendalikan keberadaan vektor dan reservoar pembawa kuman penyakit.
Host
Host
dalam hal ini manusianya baik sebagai subyek maupun sebagai obyek penyakit,
sudah barang tentu harus meningkatkan kewaspadaan terhadap peluang berjangkitnya
berbagai penyakit di musim hujan, khsususnya penyakit yang endemis di
wilayah-wilayah tertentu (seperti DBD dan Malaria). Memperbaiki perilaku hidup sehat,
harus terus dikumandangkan.
Environment
Faktor
yang tidak kalah pentingnya adalah memperbaiki
semua komponen yang bisa menjadi pemicu baik langsung maupun tidak langsung terhadap
berjangkitnya penyakit. Menjaga kondisi lingkungan seperti, mengurangi potensi terjadinya
genagan air dengan memperbaiki saluran di got-got, melakukan abatisasi dan
fogging secara berkala, mengendalikan potensi tertimbunnya sampah
Faktor lainnya yang harus diantisipasi di
musim hujan adalah memanfaatkan peran pelayanan kesehatan, jika ada anggota masyarakat
mengalami kelainan kesehatan ‘penyakit’,
cepat mendatangi tempat pelayanan kesehatan, hal ini penting untuk mencegah terjadinya
perlangsungan penyakit ‘komplikasi’ yang pada gilirannya bisa memicu perlangsungan
penularan penyakit di musim hujan.
Hujan merupakan
berkah dan sesuatu hal yang dinantikan sebagian orang, karena hujan bisa
memberikan berkah ‘menyejukkan’, dan juga sebagian besar petani untuk mengolah
dan menggarap sawah-ladangnya. Namun, sebagian orang menganggap musim hujan
tidak menjadi berkah melainkan menjadi masalah dan ancaman, terlebih di lokasi
dan daerah rawan banker, musim hujan menjadi potensi yang bisa menjelma
‘petaka’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar