Label

Kamis, 29 Mei 2014

Dampak Bencana Alam Terhadap Kesehatan Masyarakat

Alam semesta menyimpan sejuta keindahan dan manusia sebagai penghuni selayaknya  mampu memelihara dan mengelolanyadengan baik sebagai  ciptaan Tuhan. Alam semesta juga menyimpan banyak misteri dimana manusia  tidak mampu mengurainya satu persatu. Untuk itu, dalam kondisi berbeda alam semesta bisa saja menunjukkan ‘fenomena’ melalui bencana  alam, kondisi ini  terjadi sebagai akibat   ketidakseimbangan ekosistem. Banyak kondisi bencana alam yang kejadiannya secara alamiah ‘natural disaster’, dan tidak sedikit bencana alam terjadi karena ulah dan kelalaian manusia ‘man made disaster’.
Natural Disaster    
Bencana alam  terjadi oleh karena ‘kemauan’ alam, artinya kondisi alam yang berada dalam posisi sewaktu-waktu terkena bencana. Indonesia adalah salah satu negara dengan  posisi yang  strategis dan potensial timbul bencana alam seperti gempa bumi, letusan gunung, tanah longsor, banjir dan tsunami. Kondisi ini tidak terlepas dari letak geografis dan pemetaan  musim (hujan dan kemarau) di beberapa wilayah. Bencana gempa bumi dan tsunami diakibatkan oleh pergeseran lempeng tektonik di lapisan kerak bumi, mengingat di Indonesia terdapat garis lempeng tektonik Indo-Australia, sehingga  ‘lempengan’ tersebut sewaktu-waktu dapat bertabrakan di dasar laut dan berakibat gempa bumi.
Made Disaster
Bencana alam seperti ini terjadi karena ulah dan kelalaian manusia. Misalnya dengan berbagai aktifitas  pembangunan infrastruktur, penebangan pohon tidak terkendali, pembukaan lahan dimana-mana (pemukiman dan tanah garapan). Kondisi ini berpotensi mengurangi tempat/daerah resapan air, ditambah perilaku suka buang sampah di sungai dan saluran air lainnya, dan pada gilirannya dapat menyebabkan banjir lokal ataupun banjir bandang. Faktor perilaku lainnya yang potensial menyebabkan bencana adalah membakar dan atau  buang puntung rokok di hutan, hal ini dapat menyebabkan kebakaran hutan, selain terjadi penggundulan hutan juga asap yang berlebihan dapat menjadi bencana bagi manusia.  
Dampak Kesehatan
Beberapa gangguan kesehatan pascaterjadinya bencana alam. Dampak letusan gunung berapi adalah tercemarnya udara dengan abu (vulkanik) yang mengandung bermacam-macam gas mulai dari silika, mineral, dan bebatuan, khlorida, natrium, kalsium, magnesium, sulfur dioksida, gas hidrogen sulfide atau nitrogen dioksida, serta beberapa partikel debu. Benda-benda ini berpotensial meracuni makhluk hidup di sekitarnya.
Paparan debu sangat berbahaya bagi bayi, anak-anak, warga usia lanjut dan orang dengan penyakit paru kronis seperti asma. Debu gunung berapi bisa mengakibatkan luka bakar, iritasi pada kulit dan mata, atau penyakit infeksi dan pernapasan seperti  pneumonia dan penyakit paru akibat debu yang mengandung silika. Gas yang keluar dari gunung berapi adalah gas yang larut dalam air, karbondioksida, dan sulfur dioksida. Sulfur dioksida dapat menyebabkan gangguan pernapasan, baik pada orang sehat maupun penderita penyakit paru.  Secara umum berbagai gas dari letusan gunung berapi dalam dosis rendah dapat mengiritasi mata, hidung dan tenggorokan, tapi dalam dosis tinggi dapat menyebabkan sesak napas, sakit kepala, pusing serta pembengkakan atau penyempitan saluran napas.
Masalah kesehatan pascatsunami adalah kerusakan multisektoral antara lain kerusakan fasilitas kesehatan, sehinga anggota masyarakat yang sakit atau cacat akibat ‘serangan’ tsunami mengalami kesulitan dalam mengakses pelayanan kesehatan seperti pengobatan yang adequat. Kondisi kesehatan lingkungan pascatsunami memprihatinkan dengan sanitasi yang buruk. Minimnya fasilitas air bersih, binatang perantara bibit penyakit merajalela (tikus, lalat, nyamuk dan zoonosis lainnya) yang potensial menimbulkan epidemi penyakit (malaria, demam berdarah, filariasis, cikungunya, leptospirosis, kolera, diare, dan penyakit infeksi lainnya). Tak kalah pentingnya adalah beban ‘trauma’ psikis yang berkepanjangan bagi  yang kehilangan anggota keluarga dan harta benda lainnya. Selanjutnya kurang tersedianya sandang dan pangan yang memadai mengakibatkan anggota masyarakat mengalami kekurangan ‘intake’ zat makanan atau gizi yang optimal.
Beberapa penyakit yang potensial mengganggu kesehatan masyarakat dan perlu diwaspadai pascabanjir adalah diare. Penyakit ini berkaitan erat dengan konsumsi air bersih untuk minum dan memasak. Saat musim penghujan, khususnya saat banjir, banyak sumber air bersih termasuk sumur dan air ledeng ikut tergenang dan tercemar, sehingga kondisi ini berdampak pada sulitnya mengakses air yang layak untuk dikonsumsi. Diare dapat menular dengan cepat dari satu individu ke individu lainnya karena selain akses air bersih yang sulit juga kontaminasi kuman ‘agent’ diare bisa menjalar ke tempat-tempat yang menjadi sumber mata air minum bersama. Penyakit lainnya yang terkait dengan  kontaminasi air adalah kelainan yang timbul seperti iritasi kulit, kutu air, dermatitis dan penyakit kulit lainnya. Hal ini disebabkan oleh aktivitas yang dilakukan pada  genangan air, khususnya pada anak-anak yang memanfaatkan genangan air untuk bermain.
Demam berdarah (DBD), malaria, filariasis, dan chikungunya juga  meningkat prevalensinya pascabanjir.
Dampak lain bencana alam  dalam skala besar adalah memunculkan banyak tenda pengungsi atau dengan kata lain anggota masyarakat yang selamat biasanya diungsikan dan ditampung sementara di tempat pengungsian. Masalah  muncul karena penanganan pengungsi biasanya tidak optimal, khususnya dari aspek kesehatan. Kelompok penduduk  paling rentan terhadap di tempat pengungsian adalah kelompok bayi dan balita, kelompok manusia lanjut usia, kelompok wanita dan ibu hamil dan menyusui.
Kelompok anak bayi dan balita, kondisi tempat pengungsian biasanya “tidak ramah” sehingga bayi sangat rentan terhadap penyakit tertentu seperti campak, ISPA dan diare. Kelompok anak balita tingkat kerentanannya pada masalah kekurangan gizi, penyakit infeksi seperti tetanus, diare dan ISPA dan penyakit kulit. Kelompok manusia lanjut usia (Manula) tingkat kerentanannya tinggi karena ‘keterbatasan’ fisik,  kepadatan penghuni   bisa memicu penyakit TB paru, ISPA dan penyakit infeksi lainnya.
Sedangkan kelompok terakhir yang cukup rentan adalah kelompok wanita dan ibu-ibu, biasanya karena ‘keterbatasan’ fasilitas dan sarana sehingga wanita mengalami kesulitan, misalnya wanita yang mengalami ‘datang-bulan’ padahal akses air bersih terbatas dan ibu menyusui rentan dengan berbagai risiko kesehatan baik untuk dirinya maupun untuk bayinya.(*)
Oleh:
A Arsunan Arsin
Guru Besar Epidemiologi FKM Universitas Hasanuddin

http://makassar.tribunnews.com/2014/03/13/dampak-bencana-alam-terhadap-kesehatan-masyarakat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar